Langsung ke konten utama

"Oncor"


 Ilmu itu 'oncor'. Tapi tidak semua yang tampak bercahaya benar-benar menerangi. Kadang, yang kita kira ilmu hanyalah kilau dari ego yang dipoles rapi.
Kanthil 🌷


Dulu, para ulama belajar ilmu untuk memperbaiki jiwa. Mereka menangis karena takut tak mengamalkan apa yang mereka tahu. Hari ini, banyak yang belajar demi menang debat, tampil di forum, mengejar konten di medsos, atau sekadar tampak cerdas di panggung sandiwara kehidupan.


Padahal ilmu yang sejati seharusnya melunakkan, bukan mengeraskan. Membuatmu tunduk, bukan menundukkan. Tapi entah mengapa, semakin tinggi pendidikan, kok semakin sulit menerima nasehat/pitutur. Semakin luas bacaan, justru semakin sempit dada terhadap perbedaan. Ada apa, yaa?


Entah sejak kapan kita lebih sibuk membicarakan siapa yang salah di dunia, dan siapa yang selamat di akhirat, 

ketimbang siapa yang paling bermanfaat untuk sesama. Kita lebih senang menilai cara orang lain sujud misale, daripada mengukur seberapa khusyuk kita sendiri berdiri di hadapan-Nya.


Di panggung kehidupan ini, ilmu kerap jadi alat untuk mengukur orang lain—bukan menimbang diri sendiri. Padahal ilmu itu seperti air: ia hanya mengalir ke tempat yang rendah. Hati yang tinggi tak akan mampu menampungnya.


Jika yang kita cari dari ilmu adalah panggung, maka kita akan terus gelisah: merasa kurang dihargai, kurang dikenal, kurang disebut. Tapi jika yang kita cari adalah terang bagi hati, cukup satu ayat yang menyentuh, atau satu hikmah yang mengubah arah hidup kita.


Karena ilmu tanpa kebijaksanaan justru menjauhkan kita dari sesama—dan dari rahmat-Nya.


Dan kini, saya pun harus bertanya kepada diri ini:

Apakah yang dicari dari ilmu? Terang bagi hati, atau panggung bagi ego?

ahh... memang bukan levelku menemukan itu...


Kembang, 09 syawal 1446H

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROFIL & STRUKTUR TARUNA BHAKTI 2025-2028

 profil dalam bentuk pdf dan dapat di download melalui google drive : 

SEDJARAH DRD

  Pada saat indonesia dibawah jajahan Belanda di dukuh Kembang banyak terjadi gangguan keamanan. salah satunya adalah gejolak tentang hewan ternak. sapi yang saat itu termasuk barang berharga milik warga banyak yang di di racun, agar bisa dibeli dengan harga murah. ada beberapa yang mati dan telah dikuburkan pun hilang di curi. timbulah gagasan agar aman ,oleh warga sengaja memberi minyak tanah pada perut sapi yang telah mati sebelum dikuburkan, supaya daging nya rusak dan tidak layak lagi dikonsumsi. gagasan tersebut masih tidak berlaku bagi si pencuri. kemudian dari berbagai masalah masalah tersebut banyaklah pertemuan2 yang melibatkan tokoh warga dk kembang. Pada tanggal 07 Maret 1936 Para tokoh-tokoh dukuh Kembang yang kala itu di gerakkan oleh Tetuangganing Dukuh Kembang, Eyang Buyut Soikromo Midjo  pertama kalinya yang berinisiatif mengadakan rapat yang membahas Perencanaan & Pembuatan Paguyuban Gotong Royong. Akan tetapi pada saat itu membuat sebuah organisasi tidak...

PROFIL DUKUH KEMBANG

Menelusuri Keindahan dan Potensi Dukuh Kembang Desa Kembang Kecamatan Gladagsari. October 30, 2017 Desa Kembang di Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, adalah tempat yang kaya akan keindahan alam dan budaya. Dengan pemandangan yang menakjubkan dan tradisi yang kuat, desa ini menjadi tujuan menarik untuk dikunjungi. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek yang menjadikan Desa Kembang istimewa, dari sejarah hingga potensi budayanya.. Poin Penting. Desa Kembang memiliki sejarah panjang yang dimulai dari era kolonial. Keindahan alam desa ini terletak di kaki gunung merbabu. Masyarakat aktif melestarikan budaya melalui festival dan tradisi gotong royong. Desa ini memiliki potensi wisata yang menarik, termasuk spot foto tugu nolkilometer. Program pemberdayaan masyarakat membantu meningkatkan ekonomi dan pendidikan. Sejarah dan Perkembangan Dukuh Kembang Asal Usul Nama Dukuh  Kembang Dukuh  Kembang memiliki nama yang unik, di mana "Kembang" berarti ...